Suatu hari, di SMU Pertiwi. SMU yang terkenal elit dan tempatnya anak – anak tajir itu ramai sekali, karena kedatangan murid baru. Anehnya murid itu enggak buanget. Anak itu bernama Jingga Mawardini. Jingga berambut panjang lurus, kulitnya putih, mempunyai tai lalat diantara alis dan mempunyai lesung pipit. Namun cara berpakaiannya itu lho yang nggak buanget. Pakaiannya itu kebesaran semua. Jingga adalah salah satu anak pejabat. Namun dia sama sekali nggak sombong. Jingga adalah anak yang rajin dan pandai.
Suatu hari Farel tidak masuk sekolah gara – gara dia sakit tifus, dan Farel meminjam buku catatab milik Jingga dan Jingga meminjaminya.
Saat Farel membuka – buka catatan biologi milik Jingga, Farel tertegun karena melihat beberapa puisi yang ditulis dibelakang buku catatan Biologi milik Jingga. Sebetulnya dia hanya iseng, sekedar ngecek. Apakah hamper semua siswa termasuk dirinya dan Jingga punya nyoret – nyoret kertas dibelakang buku tulis…??!! Hemm . . . ternyata cewek seperti Jingga punya hobi seperti Farel yang suka nyoret – nyoret dibelakang bagian buku tulis. Bedanya Jingga coretannya berupa puisi, sementara Farel coretanya enggak jelas.
“Ck . . . ck !!! Jingga puitis juga . . . “ gumam cowok yang terkenal playboy tapu enggak punya pacar ini dan cara berpakaiannya perlu sedikit bantuan stylist itu. Berantakan baju suka dikeluarin, lengannya digulung seperti anak yang enggak disiplin.
Lekas menyalin catatan Biologi dari buku Jingga, cowok bermata sipit itu langsung mengambrukkan tubuhnya diatas bed cover Manchester United yang menutupi springbed yang empuk. Ibunya masih berdarah Tionghoa, ayahnya berdarah sunda dan arab.
“Enggak nyangka Jingga anak baru yang terkenal culun di sekolah karena gaya pakaiannya yang serba kebesaran, rambut dikepang dua mirip gadis kampong itu bisa puitis banget !!” gumam Farel.
“Walaupun Jingga kelihatan culun, aku bisa melihat kecantikannya. Matanya indah bulat besar dengan bulu mata lentik panjang, hidungnya mancung, bibirnya tipis berwarna pink segar, punya tai lalat diantara alisnya lagi, mirip cewek india. Aku juga yakin puisi itu lukisan tentang perasaannya yang selalu sepi”.
“Jingga ksihan banget, belum ada teman perempuan yang mau deketin dia, kebanyakan mereka malu kalau jalan sama Jingga. Salah Jingga sich, sudah tau kan sekolah kita ini pusatnya anak – anak gaul dan tajir. Masak sich gayanya nggak ikutan trend??!!”
“Ibarat kata, Jingga itu seperti telur puyuh diantara telur ayam kampong. Belang – belang diantara yang putih bersih. He he he apa coba??” gumam barin Farel. Malam telah sempurna, mata farel yang sudah 5 Watt itu pun akhirnya terpejam dan lelap.
Keesokan harinya di SMA Pertiwi, saat jam istirahat, tampak Farel hendak menuju ke meja Jingga. Gadis itu sedang asik mencatat rumus – eumus fisika di papan tulis.
“Farel, ayo ke kantin !!” ajak Dani, teman dekat Farel bersama Erik, Ian, Wahid dan Lily.
“Duluan dech!!” sahut cowok itu. Teman – temannya cuma angkat bahu dan berlalu. Farel melanjutkan langkahnya, “Masih nyalin?? Enggak ke kantin??” Tanya Fadel sambil duduk di kursi yang berhadapan dengan Jingga.
“Nanti aja !! Jawab Jingga yang acuh tak memperhatikan kehadiran Farel.
“Nanti kalau waktu istirahatnya habis??” Tanya Farel lagi.
“Ya nggak makan”. Jawab Jingga enteng. Farel tersenyum sambil menjulurkan buku catatan Biologi Jingga. “Thank yach !!”
“Sama – sama !!”
“Kamu puitis juga ya…??”
“Siapa?? Tanya Jingga kaget.
“ya kamu!!”
“Apaan sich nggak ngerti dech!!” Jingga melirik Farel yang cengengesan.
“Masak nggak ngerti?? Baca ajjah dihalaman belakang buku kamu!! Thank yach , gue mau ke kantin dulu”. Farel berdiri dan bergerak keluar kelas.
Jangan masih tertegun dan menggelengkan kepala, lalu kembali menyalin.
Langkah Farel yang hendak ke kantin tiba – tiba saja berhenti saat melihat beberapa siswa berkerumun didepan madding. Sekilas telinganya mendengaae kalau siswa – siswa itu membicarakan lomba baca puisi yang hadiahnya. Farel yang bertubuh tinggi besat itu segera menerobos ke depan dan menolehkan matanya untuk membaca pengumuman baca puisi.
“Lomba baca puisi tingkat siswa tingkat nasional dari diknas”. Gumamnya.
Fadel langsung menuju ke perpus untuk mengambil formulir lomba menulis puisi. Setelah itu dia kembali ke kelas dan duduk disamping Jingga, beberepa murid sudah masuk ke kelas.
“Nama Jingga Mawardini. Ehmmmmm ……. Lahir??” (Farel berfikir sejenak). Jingga kamu lahit dimana??” Tanya Farel.
Jingga masih menyalin dan sebentar lagi selesai, belum sadar maksud pertanyaan Farel, dan dia langsung menjawabnya.
“Jakarta, 4 April 1993”
Farel menulis kembali, “Alamat….??”.
Lagi – lagi Jingga masih belum sadar dengan pertanyaan farel itu.
“Jalan Angker Asem NO.13 RT. 13/1, Jakarta”.
Farel menulis sambil tertawa geli. Jingga sudah selesai menyalin, baru tersadar setelah mendengar cekikan Farel.
“Kenapa tertawa…??”. Tanya Jingga bingung. “Eeh …. Lagian juga Tanya – Tanya … ??”
“Nama jalannya culun. Angkanya sial lagi”. Sahut Farel masih cengengesan. Jingga cemberut.
“Kamu belum jawab!! Tadi Tanya – Tanya maksudnya apa…??” desah jingga penasaran, farel menghentikan tawanya. “hm.sebetulnya aku mau daftarin kamu ikut lomba menulis puisi atau baca puisi di diknas.”
Jingga tersentak kaget “Apa…?? Enggak, aku enggak mau! ENGGAK MAU…….!!!!!!!!!”
“Kenapa kamu kan berbakat, puisi kamu kan bagus – bagus??’
“Pokoknya aku nggak mau…..!!!” jingga memukul meja hingga berderit dan berlari keluar kelas.
Farel kaget dan segera keluar mengejar Jingga keluat kelas. Dia berhasil menyusul jingga dan menarik lengannya. Dilihatnya mata Jingga basah.
“kok kamu marah banget sich..???” jadi kamu nggak mau….?? Ya sudah !!!! Kalau kamu Cuma bisa mau jadi anak yang diem terus – terusan seperti ini, Fine !!!. aku berniat bikin kamu gak dibilang kuper, culun dan nggak asik. Aku bosan melihat kamu sering diejek sama orang – orang. Kalau ikut lomba ini, siapa tahu kamu menang dan sekolah ini jadi bangga, kamu pun makin punya rasa percaya diri”. Jingga terdiam. Kali ini Farel benar – benar bisa melihat kecantikan Jingga sedekat ini.
“Aku benci dihina terus. Mereka seolah paling hebat, paling keren, paling berhak disbanding aku yang culun dan norak ini.” “mereka selalu menganggap aku aneh” dalam keadaan itu. Jingga jadi tertawa emosi dan mengeluatkan unug – unegnya. Ternyata dia nggak ingin jadi bahan hinaan teman – temannya, seperti selama ini terjadi.
“Enggak berbuat apa – apa saja aku jadi bahan cercaan, gimana sok ikut – ikut lomba puisi……???”
“Apa peduli kita pada mereka….?? Kamu itu pandai, istimewa, dan cantik. Jangan undenstimate diri kamu kayak begini…Ga!!! Farel memegang bahu jingga. Dia mencoba member pengertian dan semangat pada gadis itu.
“Orang lain harus melihat kehebatan kamu, bukan penampilan luar kamu. Aku ingin kamu. Aku ingin kamu bisa membawa nama harum sekolah ini. Tunjukan pada sekolah ini, termasuk SMU Pertiwi, bahwa mereka punya siswi sehebat kamu”.
“jingga please ikut lomba itu ya ….!! Kamu pasti bisa. Aku pasti bantuin kamu koq. Coba dulu, ya …!!” jingga menatap farel. Lalu Farel menyerahkan selembar kertas yang dibawa sedari tadi.
Jingga terdiam. Matanya masih basah dan berulang kali disekatnya. Farel memberikan saputangan untuknya. Jingga ragu – ragu.
“ambillah bersih koq….!!” Katanya sambil mengerling. Jingga tersenyum salah tingkah.
“jingga …. Please ikut lomba ya……!!!” “kamu pasti bisa, aku pasti bantuin kamu kok. Coba dulu ya…!!” jingga menatap Farel menyerahkan selembar kertas yang dibawanya sedari tadi.
“Sebelum bel masuk berbunyi formulir ini harus aku serahkan ke Bu Ina”. Jingga menghela nafas berat, lalu mengambil formulir itu dan menandatanganinya.
“YESSSSSS……!!!!!!” ungkap Farel riang. “Nanti puisi – puisinya aku suruh Mang Jajang buat ngetik di tuang OSIS. Terus formulirnya aku serahin dulu ke perpus. Naskah puisinya pas jam pulang sekolah aja. Okey!!”.
“Mang jajang??” Jingga heran.
“Dia petugas office boy yang biasa ngerjain para guru” jawan Farel.
Jingga mengangguk. Namun dalam hati yang paling dalam, tak ada keyakinan sedikitpun puisinya akan mampu lolos ke meja para juri. Tapi enggak sama Farel, katanya dalam hati.
J J J
Seminggu kemudian. Saat upacara bendera selesai, kepala sekolah yang menjadi Pembina Upacara tidak langsung membubarkan para siswa. Ada informasi yang ingin disampaikan.
“Kepada siswa – siswi SMU Pertiwi yang bakap cintai. Bapak ingin memberikan informasi yang membahagiakan kita semua. Pagi ini saya mendapat kabar dari Diknas, bahwa sekolah ini mendapat kehormatan sebagai juara pertama lomba menulis puisi.”
Seluruh siswa tampak senang dan berteriak gembira sambil tepuk tangan. Semua saling melihat satu sama lain dan kekaguman pada sekolah mereka.
“Tanpa berlama – lama, saya panggilkan pemenang lomba itu, Jingga Mawardini dari kelas dua, agar maju ke podium.”
Diantara barisan kelasnya Jingga tertegun. Teman – temannya bertepuk tangan lagu tak kalah riuh dari sebelumnya. Beberapa diantara mereka memberikan semangat padanya untuk maju sambil memanggil – manggil namanya berulang kali.
“jingga jingga jingga !!!!”
Sesaat gadis manis itu menoleh ke belakang. Farel yang dicarinya menyapa dan tersenyum bahagia. Dia mengacukan jempol buat teman barunya yang berbakat itu.
“Thanks!!!!, serunya pelan pada cowok baik hati itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar